Ngenger, Vipassana, dan Tuhan dalam Diri
Ngenger adalah salah satu metode belajar orang jawa dengan cara mengikuti seseorang yang dianggap lebih berilmu, berpengetahuan, serta berwawasasan. Ngenger tak hanya dilakukan dengan bentuk belajar-mengajar di kelas, membaca materi, saling mengobrol, atau sekadar mengabdi pada seseorang. Lebih dari itu, ngenger dilakukan dengan hidup bersama seseorang, memperhatikan tindak-tanduk kehidupannya, sembari memilah dan meresapi keseluruhan ilmu, pengetahuan, wawasan, dll yang ada dalam orang tersebut. Ngenger merupakan kegiatan belajar yang begitu holistik dan menyeluruh.
(Dalam tradisi jawa yang lain, ngenger disebut pula sebagai nyantrik atau cantrik, mereka yang melakukannya disebut santri, dan tempat nyantrik adalah pesantren. Maka tak heran bila santri dan kiai tinggal di wilayah yang sama dalam pesantren)
Bila tempat nyantrik adalah pesantren, maka tempat ngenger adalah pengengeran. Di sisi lain, orang jawa kerap menyebut Tuhan sebagai Pengeran, yang mana merupakan singkatan dari Pengengeran karena sejatinya memang kepada Tuhan lah kita belajar, mengabdi, dan senantiasa tinggal bersamanya kapanpun dan di manapun. Perlu dicermati sekali lagi bahwa kata Pengeran (tuhan) bukan berasal dari pangeran (anak raja dan ratu), tapi dari kata Pe-Ngenger-an.
Vipassana sendiri bagi saya adalah salah satu bentuk dari ngenger yang paling sejati. Di sana kita tidak boleh berbicara, mengobrol, mendengarkan musik, membaca buku, berolahraga, dll. Apa yang kita lakukan setiap hari hanya bermeditasi (dalam 7 sesi dengan total durasi 10 jam), makan dua kali sehari, mendengarkan ceramah, dan tidur; sisa waktu dari itu semua hanya bisa kita gunakan untuk isitirahat, melamun, atau jalan santai. Semua dilakukan dengan keheningan total, yang bisa berisik hanya diri kita sendiri dalam bentuk batin, pikiran, maupun perasaan.
Dengan kegiatan serba hening seperti itu, apa yang dapat kita temui sepanjang hari hanyalah diri kita sendiri. Setiap hari kita hanya tinggal, belajar, dan mengabdi pada diri kita sendiri. Dan begitulah, toh Tuhan pun memang berada pada diri kita sendiri.
Maka dalam proses seperti vipassana aku (diri kita sendiri) dan Tuhan akan luruh dalam kata Ingsun (Ingsun adalah kata ganti orang pertama dan ketiga sekaligus yang menyatukan aku dan Tuhan dalam satu kata). Tak ada lagi kata aku atau Dia dalam proses menyendiri seperti vipassana, semua telah menyatu dalam kata Ingsun.
Begitulah, bagi saya berdiam diri 10 hari dalam vipassana adalah suatu Pengengeran, di mana saya fokus ngenger kepada yang paling bisa kita ngengeri sepanjang hidup tanpa pernah dapat kita tinggalkan seumur hidup, sang Mahapengengeran, yaitu tak lain ialah Gusti Pengeran yang selalu ada dalam diri kita masing-masing.
Bhavatu Sabba Mangalam
Sadhu sadhu sadhu
Semoga semua mahluk berbahagia
Be happy!
- Ngenger: belajar, hidup bersama, mengabdi.
- Pengengeran: tempat ngenger.
- Pengeran: Tuhan, tempat ngenger seumur hidup.
- Ingsun: Aku dan Tuhan yang luruh dalam satu kata sebagai kata ganti orang pertama maupun ketiga.