The Becoming Rent of Profit

Atolah Renanda Yafi
3 min readJun 26, 2023

--

Rent (entah harus kita artikan sewa, pinjam, rente, atau apa, tapi sepertinya lebih baik menggunakan kata 'Rent' itu sendiri untuk menghindari kesalah kaprahan) bisa kita artikan sebagai keseluruhan pendapatan yang diterima oleh pemilik suatu barang karena barang tersebut bersifat terbatas dan dimiliki oleh pihak-pihak tertentu. Lebih lanjut barang-barang yang bisa kita sebut sebagai subjek dari Rent ini adalah hal-hal yang secara natural atau bahkan artifisial sengaja dibuat menjadi langka. Sebagai contoh, pada feodalisme kita mendapati barang-barang ini sebagai tanah-tanah yang dikuasai oleh segelintir bangsawan. Sedangkan pada kapitalisme lanjut/kapitalisme kognitif barang-barang ini adalah platform-platform yang digunakan para pelaku gig economy untuk mendapat uang.

Selain kelangkaan dan privatisasi atas barang-barang tersebut (yang biasa disebut oleh Marx sebagai Common) perbedaan pola manajamen dan supervisi adalah hal lain yang perlu kita lihat untuk mendefinisikan Rent berdasarkan pada perbedaannya dengan Wage, dan—terutama—profit. Pertama-tama, Wage (ia harus didefinisikan terlebih dahulu karena wage pada gilirannya adalah actant yang mengonstitusikan Profit dan Rent) adalah sesuatu yang dibayarkan kepada pekerja untuk mengompensasi proses produksi atas nilai lebih (Surplus Value).

Dari Surplus Value—yang dihasilkan oleh serangkain proses produksi—inilah kita bisa memperoleh definisi dan perbedaan atas Profit dan Rent. Profit, bila berkaca pada pandangan ekonomi klasik seperti Smith, adalah remunerasi dari kapital yang diinvestasikan ke dalam proses produksi. Dalam pandangan ini profit tidak memiliki hubungan dengan kerja manajerial ataupun supervisi. Hal ini membuat pemiliki modal di dalam kapitalisme tidak memiliki perbedaan dengan tuan tanah di feodalisme. Konsekuensinya, menjadi mustahil untuk membedakan Profit dengan Rent apabila kita menggunakan definisi Profit semacam ini.

Sedangkan, menurut Marx sendiri, Profit adalah Wage yang diterima oleh para kapitalis atas kerja yang telah mereka lakukan. Kerja-kerja para kapitalis itu adalah proses supervisi, pengawasan, manajemen, dan lain sebagainya untuk memastikan proses produksi berjalan sebagaimana mestinya. Kerja-kerja ini dilakukan secara aktif dan berhubungan secara langsung dengan proses produksi.

Lalu, dengan definisi Profit di atas, apa perbedaan Rent dengan Profit? Bisa dikatakan bahwa Rent adalah instrumen kredit berupa kepemilikan atas barang tertentu yang memungkinkan sang pemilik mendapatkan bagian dari Suplus Value tanpa sama sekali melakukan kerja-kerja yang berhubungan dengan proses/organisasi produksi.

Pada feodalisme, Rent terjadi sebagaimana tuan tanah—tanpa melakukan apapun—mendapatkan hasil surplus labour berupa upeti dari para petani, entah dalam bentuk hasil petanian ataupun uang. Hal ini mungkin terjadi karena tuan tanah memanfaatkan norma-norma sosial, tata krama, sopan santun, kekuatan militer, dan agama untuk membuat para petani sadar/tidak sadar merelakan surplus labour mereka.

Lalu bagaimana dengan skema Rent dalam kapitalisme? Mengingat moda produksi dalam feodalisme dan kapitalisme yang berbeda, apa lagi dengan adanya konsep Wage dan Profit.
Pada era kapitalisme industrial, terutama dengan skema kerja fordisme/taylorisme, perbedaan Profit dengan Rent masih sangat kentara. Skema kerja fordisme yang membutuhkan pengawasan membuat kerja-kerja supervisi yang berhubungan denhan proses produksi masih harus dilakukan oleh para pemilik modal. Kerja-kerja ini bahkan dilakukan dengan relasi pengawasan dan pendisiplinan yang bersifat despotik.

Hal ini sejalan dengan tiga pilar kapitalisme industrial menurut Marx:
1. Implementasi logika profit
2. Pendalaman subsumsi (pencacahan kerja)
3. Kapital fungsional (pengawasan/supervisi) yang dilakukan secara aktif

Kondisi berubah ketika kita memasuki kapitalisme lanjut (late capitalism), cognitive capitalism, dan juga post-fordism. Pada kondisi ini pengisapan Surplus Value oleh pemilik modal tanpa kerja yang berhubungan dengan produksi sangat dimungkinkan.

Adanya Knowledge Based Economy (KBE) dan Intellectual Property Righ (IPR) memungkinkan banyak pihak untuk menguasai makin banyak common dan membatasinya hingga menjadi langka. Skema post-fordism dan surveilans tak terbatas sebagaimana yang dijelaskan Deleuze dalam Postcript on the Societies of Control (hal ini kita bahas di lain waktu) adalah jawaban mengapa pekerja dapat terus bekerja tanpa harus diawasi oleh pemilik modal. Di sisi lain, hal ini pula yang sempat diperkirakan oleh Karl Marx akan terjadi di masa depan ketika ia menyaksikan bagaimana pasar modal berjalan.

Implikasinya bagi para pemilik modal tentunya bahwa mereka dapat berfokus ada perputaran money capital, saham, dan pembagian Surplus Value tanpa harus memikirkan kondisi internal dari platform yang mereka miliki. Pekerja-pekerja terlatih di bidang manajemen (alih-alih engineering) dan otomoasi sistem pengawasan pekerja pula yang memungkinkan hal ini terjadi pada post-Fordism.

--

--